NAHDLATUL 'ULAMA

NAHDLATUL 'ULAMA
ALHAMDULILLAH KAMI ORANG NU SEMUA

Rabu, 24 September 2014

sannad nya syeikh abdul kafi

Riwayat Singkat Syekh Muhammad Kahfi Tsani Somalangu Kebumen


Kebumen, Selasa Kliwon 12 Mei 2009
Syekh Muhammad kahfi Tsani adalah pendiri ponpes Somalangu Kebumen periode ke 2, setelah sebelumnya pernah berdiri pondok Somalangu Kuno yang didirikan oleh Syekh Muhammad Kahfi Awal pada masa pemerintahan Panembahan Senopati ( raja pertama Mataram Islam ) yang sepeninggal Beliau kemudian hilang dimakan zaman seiring dengan tidak adanya regenerasi pada waktu itu ( Fatroh ) dan juga karena bentuk bangunan yang masih sangat sederhana.
Syekh Muh. Kahfi Tsani adalah salah seorang putra dari Kyai Marwan "Ali Menawi " bin Zaenal Abidin Banjursari Buluspesantren bin Syekh Yusuf Buluspesantren bin Djawahir bin Muhtarom bin Syekh Muhammad Kahfi Awal.
Sejak kecil, Muh. Kahfi dititipkan oleh ayahnya di pondok milik Sayyid Taslim Tirip Purworejo bin Tolabudin bin Sayyid Muh. Alim Basaiban Bulus Purworejo. Di sana Muh . Kahfi dididik berbagai ilmu tentang Islam. Karena sejak kecil sudah di asuh oleh Sayyid Taslim, maka tidak heran jika Beliau juga sudah dianggap seperti anaknya sendiri, sehingga pada waktu khitan pun, keluarga Sayyid Taslim lah yang mengkhitan Beliau. Setelah dewasa, Sayyid Taslim melarang Muh. Kahfi untuk tetap bermukim di Tirip, sebab menurut Beliau, bukan di Tirip lah seharusnya Muh. Kahfi hidup karena Sayyid Taslim yakin bahwa kelak Muh. Kahfi akan menjadi seorang ulama besar di daerah asalnya seperti Leluhurnya dahulu.
Selanjutnya Sayyid Taslim mengantar Muh. Kahfi pulang ke Kebumen, akan tetapi bukan diantar pulang ke Banjursari ( tempat orangtuanya ) melainkan ke desa Somalangu. Sesampainya di desa Somalangu, Sayyid Taslim memberitahukan kepada Muh. Kahfi bahwa didesa inilah dahulu pendahulunya ( Syekh Kahfi Awal ) bermukim dan mendirikan Pondok. Sayyid Taslim juga memberitahukan bekas Pondok Syekh Kahfi Awal yang pada waktu itu sudah tinggal pondasinya saja. Lokasi tersebut saat itu barada di atas tanah yang telah menjadi milik salah seorang penduduk setempat. Tanah tersebut kemudian dibeli oleh Sayyid Taslim dari pemilik waktu itu dan memberikannya kepada murid kesayangan Beliau yang sudah seperti putranya sendiri itu dan berpesan agar Muh. Kahfi bermukim ditempat itu dan membangun kembali pondok untuk meneruskan syiar Islam pendahulunya. Sejak itulah pondok Somalangu baru ( periode ke 2 ) berdiri. Untuk membedakan maka kemudian ditambahlah nama "Awal " di belakang Muh. Kahfi pendiri pondok pertama dan nama " Tsani " di belakang Muh. Kahfi pendiri pondok ke 2. ( riwayat ditulis dari KH. Nawawi Abu Hisyam Adikarso / Gus Wawi Kebumen sebagai keturunan dari Kyai Sayydi Taslim basayban Tirip ).
berikut adalah catatan Nasab bani Zaenal Abidin Banjursari Buluspesantren Kebumen

SILSILAH / NASAB ZAENAL ABIDIN BANJURSARI BULUSPESANTREN

Kahfi Awal berputra ;
Muhtarom berputra ;
Jawahir berputra ;
Syekh Yusuf berputra ;
Zaenal Abidin menurunkan :
1. Syeh Marwan Ali Menawi
2. Djawahir
3. Abdurrouf / Nyai Abdurrouf
4. Zaenal Muhammad / Nyai Zaenal Muhammad
5. Zaenal Muharram


Syeh Marwan Ali Menawi menurunkan ;
1. Nyai Tohir
2. Nyai Ali Imran
3. Muh. Syuhada
4. Nyai Samenawi
5. Muh. Kahfi Tsani
6. Abdulmanan
7. Nyai Haji Abbas
8. Nyai Ali Muharrom
9. Abdul Mu'id
10. Abdul Muhtar

Djawahir menurunkan ;
1. Ali mustafa
2. Nyai Basar kahfi
3. Ali Muntaha
4. Nyai Sanmustafa
5. Nyai Ramadipura
6. Nyai Nawawi
7. Marjuned
8. Nyai Madmurdja
9. Badaruddin
10. Nyai Satirah
11. Dullah Anwar

Abdurrouf / Nyai Abdurrouf menurunkan ;
1. Taslim
2. Nyai haji Bakri
3. Akram

Zaenal Muhammad / Nyai Zaenal Muhammad menurunkan ;
1. Madmardja
2. Sanpawiro ( Marwoto )
3. Tirtamanad
4. Nyai Pingi
5. Nyai Salamah
6. Mardinah

Zaenal Muharram menurunkan ;
1. Muh. Abror
2. Achmad
3. Abd. Umar
4. Nyai Ragil / Nyai Badarudin
5. Zaenal Abidin
6. Dawud
7. Nyai Haji Mukmin

Muh. Kahfi Tsani menurunkan
1. Nyai Abdurrohman
2. Nyai Sirad
3. Nyai Damanhuri
4. Nyai Abdul Mahmud
5. Nyai Sadeli
6. Nyai Ramli
7. Kyai Mukti

AbdulManan menurunkan ;
1. Mahful ( istri pertama )
2. Mabrur ( Istri pertama )
3. Mangsur ( istri pertama )
4. Makmur ( istri kedua )
5. Mabruroh ( istri kedua )
6. Masfur ( istri ketiga )
7. Madzfur ( istri ketiga )
8. Wilayah ( istri ketiga )
9. Masfuroh

Muh. Syuhada menurunkan ;
1. Nyai Asfia
2. Nyai Taslim
3. Abdullah Mahmud
4. Nyai sadikin
5. Nyai Zaenal Abidin
6. Muh. Chotim

Ali Mustafa menurunkan ;
1. Sastra
2. H. Muhson
3. Imam Pura
4. Sarbini
5. Dalail
6. Munirah
7. Nyai Madmarja

Ali Muntaha menurunkan ;
1. Muhsin
2. Muhson
3. Muhsonah
4. Munsarip
5. Munisah
6. Mutnginah

Nyai Nawawi menurunkan ;
1. Nyai Carik jetis
2. Nyai Ahmad
3. Nyai Badriyah
4. Haji Masyhud
5. Nyai Trafas
6. Maklum

Badaruddin menurunkan ;
1. Nyai Ali Tsani kauman
2. Makmun
3. Nyai Maklum

Mardinah menurunkan ;
1. Somamihardja
2. Martadidjojo
3. Nyai Wongsowidjojo

Abdullah Umar menurunkan ;
1. Mutingah ( istri pertama )
2. Aminah ( istri pertama )
3. Basyir ( istri kedua )
4. Thubaniyah ( istri kedua )
5. Salim ( Istri kedua )
6. Sufar ( istri kedua )

Zaenal Abidin menurunkan ;
1. malichah
2. Nasichah
3. Achmad Moetawalli

Nyai Abdurrohman / H. Abdurrohman menurunkan ;
1. Mahfud
2. Thoifur
3. Nyai Ghonimah
4. Haji Nursodik

Nyai Sirad menurunkan ;
1. Mahful
2. Bakri
3. Rohmah / zawawi menurunkan ;
1. Ghofir
4. Shofiah / zawawi menurunkan ;
1. Ngasit

Nyai Sadeli menurunkan ;
1. Zaenal
2. Syamsuri

Makmun menurunkan ;
1. Honimah, menurunkan ;
1. Sayyid R. Muhammad Raffie Ananda / Tuti Khusniati Al Maki
2. RA. Aila Rezannia

ARTIKEL BAHASA INDONESIA



Damhuri Muhammad, lahir di Padang, 1 Juli 1974. Alumnus Pascasarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2001). Bermukim di Jakarta. Ia menulis cerita pendek, esai seni, dan kritik buku di sejumlah media nasional seperti Kompas, Media Indonesia, Majalah TEMPO, Seputar Indonesia, Suara Pembaruan, RepublikaJawa PosPikiran Rakyat, majalah GATRA, ESQUIRE, tabloid NOVA, dll. Karya fiksinya yang sudah terbitLaras (2005), Lidah Sembilu (2006), dan Juru Masak (2009). Cerpennya Ratap Gadis Suayan, Bigau, dan Orang-orang Larenjang terpilih dalam buku cerpen pilihan Kompas, pada tahun pemilihan yang berbeda-beda. Buku esai sastra terkininyaDarah-daging Sastra Indonesia (2010). 


Sejak 2011 ia berkhidmat sebagai anggota komite penjurian Lomba Penulisan Buku Pengayaan Kurikulum di Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) KEMDIKBUD RI. Pada 2008 dan 2013 ia menjadi Ketua Tim Juri Khatulistiwa Literary Award (KLA)--peristiwa penghargaan sastra paling berpengaruh di Indonesia. Maret 2014, ia terpilih sebagai salah satu steering board (Dewan Pengarah)  Asean Literary Festival (Festival Sastra Asia Tenggara), yang dihadiri oleh perwakilan 15 negara, dan Indonesia sebagai tuan rumahnya. Sehari-hari ia bekerja sebagai redaktur sastra di harian Media Indonesia, di Jakarta. 
Damhuri Muhammad yang merupakan salah satu penulis karya sastra yang tersohor di mata masyarakat telah menciptakan berbagai karya sastra, khususnya cerpen yang berkualitas dan sangat layak untuk dibaca. Cerpen yang dibuat oleh Damhuri yang meniupkan kekhasan budaya dari daerah Sumatera Barat, terutama adat Suku Minang terasa mampu menghipnotis para pembaca. Selain khasanah budaya, Damhuri juga menitikberatkan cerpen-cerpennya dengan nilai moral yang tersirat. Hal ini merupakan alasan kita untuk membaca cerpen-cerpen karagannya
Salah satu cerpen Damhuri Muhammad yang paling tersohor adalah "Juru Masak" yang meceritakan perjuangan sesosok lelaki yang menggapai kesuksesan di perantauan, hengkang dari kampung karena cintanya yang tak mendapat restu. Dalam cerpen ini kita bisa memetik buah moral yang terkandung, yaitu tidak memandang remeh seseorang siapapun dia. Memang cerpen-cerpen dari Damhuri sarat akan pesan moral yang menjadi kesan tersendiri bagi para pembaca.

BASRIZAL KOTO
Basrizal Koto (lahir di Kampung Ladang, Pariaman, Sumatera Barat, 11 Oktober 1959; umur 54 tahun) adalah pengusaha besar atau konglomerat Indonesia asal Sumatera Barat. Basrizal atau yang biasa dipanggil Basko sukses berbisnis di banyak bidang, diantaranya bisnis media, percetakan, pertambangan, peternakan, perhotelan, dan property.
 Kehidupan
Basko lahir di Kampung Ladang, Pariaman dari pasangan Ali Absyar dan Djaninar. Masa kecilnya sangatlah getir, dimana Basko sempat merasakan hanya makan sehari sekali, di mana untuk makan sehari-hari saja sang ibu harus meminjam beras ke tetangga. Ayahnya hanyalah bekerja sebagai buruh tani yang mengolah gabah. Karena susahnya hidup, ia ditinggal ayahnya yang pergi merantau ke Riau. Ketabahan sang ibu yang dipanggilnya amak dalam menghadapi kehidupan selalu membekas dihatinya.
Meski sempat bersekolah hingga kelas lima SD, Basko akhirnya berkesimpulan bahwa kemiskinan harus dilawan bukan untuk dinikmati. Atas seizin ibunya, diapun memilih pergi merantau ke Riau dibanding melanjutkan sekolah. Sebelum berangkat, ibunya berpesan agar menerapkan 3 K dalam hidup, yaitu pandai-pandai berkomunikasi, manfaatkan peluang dan kesempatan, serta bekerjalah dengan komitmen tinggi. 3 K itulah yang dia terapkan dalam berbisnis. Hal pertama yang dilakukannya di perantauan adalah datang ke terminal setelah subuh untuk mencari pekerjaan menjadi kernet. Berkat kemampuannya berkomunikasi, maka hari pertama dia sudah bisa membantu sopir oplet. Saat pertama jadi kernet, siang-malam dia bekerja hingga memungkinkan untuk menyewa rumah kontrakan guna menampung keluarga.
Perjalanan Bisnis
Basko yang panjang akal dan visioner mengawali usahanya dengan berjualan pete. Meski tidak punya uang tetapi dengan modal kepercayaan, pete yang belum dibayar dibawanya ke restoran Padang dan dijual dengan selisih harga yang lebih tinggi. Perjalanan hidupnya penuh warna dan keinginan untuk terus mengubah nasib mengantarnya menjajal berbagai macam profesi mulai dari kernet, sopir, pemborong, tukang jahit hingga akhirnya menjadi dealer mobil.
Kemahirannya berkomunikasi, membangun jaringan, menepati janji, dan menjaga kepercayaan akhirnya membawanya sukses menaklukan kemiskinan, membangun kerajaan bisnis, dan menciptakan lapangan kerja. Jumlah perusahaan yang dikelolanya kini mencapai 15 perusahaan dan sejak 2006 dia juga terjun ke bisnis penambangan batu bara di Riau, menyediakan jasa TV kabel dan Internet di Sumatra.
Beberapa perusahaan yang masuk dalam MCB Group miliknya adalah PT Basko Minang Plaza (pusat belanja), PT Cerya Riau Mandiri Printing (CRMP) (percetakan), PT Cerya Zico Utama (properti), PT Bastara Jaya Muda (tambang batubara), PT Riau Agro Mandiri (penggemukan, impor dan ekspor ternak), PT Riau Agro Mandiri Perkasa (pembibitan, pengalengan daging), PT Indonesian Mesh Network (TV kabel dan Internet), dan PT Best Western Hotel (saat ini berubah nama menjadi Premier Basko Hotel) Padang. Premier Basko Hotel Padang sebuah hotel bintang lima terdiri dari 180 kamar yang beroperasi di Padang, Sumatera Barat. Saat ini proyek yang sedang berjalan seiring dengan perkembangan kota Pekanbaru, Riau adalah Green City Riau] Superblock yang berada di jantung pusat Kota Pekanbaru berdiri di lahan seluas 2 Hektar dengan konsep Superblock dimana terdiri dari 7 Lantai Pusat Perbelanjaan dan 3 Tower masing-masing Tower Apartemen, Tower Condotel / Condominium Hotel dan 1 Tower Perkantoran.
Ia juga menjadi pemilik empat media yang sirkulasinya hampir seluruh Pulau Sumatera bahkan menjangkau Jakarta, yaitu Harian Haluan di Padang, Harian Haluan Kepri di Batam, Harian Haluan Riau di Pekanbaru dan Radio Mandiri FM di Pekanbaru.[2]
Perusahaan
Beberapa di antara perusahaan milik Basrizal Koto:
  • Harian Haluan di Padang
  • Harian Haluan Riau di Pekanbaru
  • Harian Haluan Kepri di Batam
  • Radio Mandiri FM di Pekanbaru
  • Basko Grand Mall (Padang)
  • Green City Tower (Riau)
  • Cerya Riau Mandiri Printing (CRMP) (Riau)
  • PT Cerya Zico Utama (Riau)
  • PT Bastara Jaya Muda (tambang batu bara)
  • PT Riau Agro Mandiri (penggemukan, impor dan ekspor ternak)
  • PT Riau Agro Mandiri Perkasa (pembibitan, pengalengan daging)
  • PT Indonesian Mesh Network (TV kabel dan Internet)
  • PT Best Western Hotel Padang
  • Premier Basko Hotel Padang
Organisasi
  • Ketua Forum Silaturahmi Saudagar Minang (FSSM) (2008-2013)
  • Ketua Umum Ikatan Keluarga Minang Riau (IKMR) (2000-2015)
  • Ketua Yayasan Pendidikan Bunda Riau
  • Ketua Pembina ESQ Provinsi Riau










Nama Lengkap : Fahmi Idris
Profesi              : -
Agama             : Islam
Tempat Lahir   : Jakarta
Tanggal Lahir  : Senin, 20 September 1943
Zodiac             : Virgo
Warga Negara  : Indonesia

BIOGRAFI
Fahmi Idris adalah seorang politikus dan pengusaha kelahiran Jakarta. Ia memulai karir di dunia politik sejak menjadi mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Selama masa kuliahnya, ia sempat menjabat beberapa jabatan penting kemahasiswaan, antara lain sebagai pimpinan Himpunan Mahasiswa Islam, Ketua Senat Fakultas Ekonomi UI (1965-1966), dan Ketua Laskar Arief Rachman Hakim (1966-1968).
Fahmi Idris tidak melanjutkan kuliah ekonomi di Universitas Indonesia, karena ia lebih tertarik pada dunia bisnis. Bakat wirausahanya ia warisi dari ayahnya, Haji Idris, yang berprofesi sebagai pedagang.   Walaupun kemudian dia melanjutkan studinya ke Fakultas Ekonomi Extension UI dan pendidikan Financial Management for Non-Financial Manager (1973).
Tahun 1967 ia mulai merintis usaha yang ia bangun sendiri. Pada tahun 1969, bersama rekan-rekannya dari anggota Eksponen 66, ia mendirikan PT Kwarta Daya Pratama. Pada tahun 1979, ia menjadi pimpinan Kodel (Kongsi Delapan) Grup, yaitu sebuah perusahaan konglomerasi yang ia dirikan bersama Aburizal Bakrie, Soegeng Sarjadi, dan Pontjo Sutowo. Perusahaan ini bergerak di berbagai bidang; agrobisnis, perdagangan, perbankan, perminyakan, hingga perhotelan.
Pada tahun 1980-an perusahaan ini dipandang sebagai salah satu perusahaan tersukses di Indonesia. Bisnis perhotelan yang dikelola Fahmi Idris tidak hanya berjaya di dalam negeri, namun juga merambah ke kawasan elit Amerika, Beverly hills, California. Di kawasan itu, Fahmi mempunyai sebuah hotel yang dinamakan Regent Beverly Whilshire. Selain berkecimpung dalam bidang bisnis, Fahmi tidak bisa meninggalkan ambisinya di bidang politik. Fahmi bergabung dengan partai Golkar pada tahun 1984. Ia memilih Partai Golkar karena mempertimbangkan adanya kesamaan persepsi dalam aspek kemanusiaan dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan Partai berlambang pohon beringin ini. Periode 1998-2004, ia menjabat sebagai Ketua DPP Golkar di Jakarta.  Pada periode yang sama, ia dilantik menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Ia sempat dikeluarkan secara tidak hormat dari Partai Golkar karena ia menentang keputusan hasil Rapat Pimpinan Partai yang mendukung calon kepemimpinan Megawati-Hasyim Muzadi. Alih-alih, ia mendukung pasangan SBY-JK. Setelah pasangan ini terpilih, namanya direhabilitasi dan kembali dibawa JK masuk ke dalam keanggotaan elit partai Golkar. Fahmi juga ditunjuk sebagai Menteri Tenaga Kerja dalam Kabinet SBY. Namun ia akhirnya di-reshuffle sehingga ia menjadi Menteri Perindustrian.
Kesuksesan Fahmi dalam dunia bisnis dan politik tidak lepas dari peran istri yang setia mendukungnya, yaitu Kartini Hasan Basri. Dari pernikahannya bersama Kartini, Fahmi dikaruniai dua orang putri, yaitu Fahira Fahmi Idris dan Rina Fahmi Idris. Kedua putrinya mengikuti jejak Fahmi menjadi pengusaha yang juga sama-sama sukses di bidang bisnis.
PENDIDIKAN
  • LPPM, Jakarta dan Lembaga Managemen FE UI
  • Pendidikan Financial Management for Non-Financial Manager (1973)
  • Melanjutkan ke Fakultas Ekonomi Extension UI
  • Fakultas Ekonomi UI, Jakarta (1962 tidak selesai)
  • SLA, Jakarta (1962)
  • SLP, Jakarta (1959)
  • SD, Jakarta (1956)
KARIR
  • Menteri Perindustrian, 5 Desember 2005–22 Oktober 2009.
  • Menteri Tenaga Kerja Kabinet Pembangunan VII, 21 Mei 1998–26 Oktober 1999.
  • Ketua PT Delta Santana (sejak 1984).
  • Wakil Ketua PT Wahana Muda Indonesia (sejak 1983).
  • Direktur PT Dharma Muda Pratama (sejak 1981).
  • Wakil Presiden PT Parama Bina Tani (sejak 1980).
  • Direktur PT Ujung Lima (1968-1969).
  • Direktur CV Pasti (1967-1968).
  • Presiden PT Kwarta Daya Pratama (sejak 1969).
  • Presiden PT Kodel (sejak 1979).
  • Manajer Utama PT Krama Yudha (1973-1976).
  • Direktur PT Krama Yudha (sejak 1976).
  • Ketua Senat Fakultas Ekonomi UI (1965-1966).
  • Ketua Laskar Arief Rachman Hakim (1966-1968).
  • Anggota DPRGR (1966-1968).













                       



Hasjim Ning
Masagus Nur Muhammad Hasjim Ning atau Hasjim Ning (lahir di Nipah, Padang, Sumatera Barat, 22 Agustus 1916 – meninggal 26 Desember 1995 pada umur 79 tahun) adalah seorang pengusaha asal Indonesia.
Kehidupan
Hasjim merupakan seorang perantau Minangkabau yang datang ke Jakarta pada tahun 1937. Tetapi, dua tahun kemudian, ia sudah ditunjuk sebagai perwakilan NV Velodrome Motorcars di Tanjung Karang, Lampung. Setelah itu, menjadi pemborong tambang batu bara di Tanjung Enim tahun 1941. Hasjim Ning kembali lagi ke Jawa, menjadi administratur perkebunan teh dan kina di Cianjur ketika terjadi perang. Karena bercita-cita menjadi tentara walaupun tidak direstui orangtua, ia pun ikut mengangkat senjata di Cianjur, Bandung Selatan, pada tahun 1945. Lima tahun kemudian, ia pensiun dengan pangkat terakhir letnan kolonel.
Hasjim kecil mendapat pendidikan cukup keras dari orangtuanya. Usai sekolah ia harus mengaji, dengan guru yang dipanggil ke rumah. Kini ia mencontoh cara itu untuk mendidik anak-anaknya. Pengusaha yang mendapat gelar Dr.H.C. untuk Ilmu Manajemen dari Universitas Islam Sumatera Utara ini pernah aktif berpolitik. Tahun 1971 ia menjabat Ketua Umum IPKI, kemudian ikut melahirkan fusi PDI. Tahun 1978 ia mengundurkan diri dari PDI dan menjelang Pemilu 1982 bergabung dengan Golkar.  Haji Masagoes Noer Moechamad Hasjim Ning, 79, meninggal pada 26 Desember 1995 di RS Medistra, Jakarta, setelah sebelumnya dirawat karena keluhan jantung dan ginjal.[1]

DI BIDANG BISNIS
Setelah pensiun dari tentara dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel 1951, Hasjim berdagang mobil dan mendirikan Djakarta Motor Company. Setelah dua tahun, usaha itu berkembang menjadi usaha perakitan mobil yang pertama di Indonesia, Indonesian Service Station. Ia kemudian lebih dikenal sebagai pengusaha perakitan mobil, meskipun juga bergerak dalam berbagai bidang, seperti ekspor-impor, bank, biro perjalanan, pabrik kosmetik, dan konsultan rekayasa yang menyerap tidak kurang dari 3.000 karyawan. Selain itu ia menjadi anggota dewan komisaris PT Jaya, Daha Motor, Jakarta Motor, Hotel Kemang, Asuransi Sriwijaya, PACTO, dan Central Commercial Bank.
Pada tahun 1981, ia menjual 49% saham Bank Perniagaan Indonesia miliknya, kepada Mochtar Riady. Delapan tahun kemudian bank ini mengganti namanya menjadi Lippo Bank, dan melakukan merger dengan Bank Umum Asia.[2]
Di awal tahun 1984, Hasjim diwawancarai majalah Perancis Paris Match. Di sana ia mengatakan, bisnis perakitan mobil di Indonesia tidak terlalu baik karena bersaing dengan Jepang. Mobil-mobil yang dirakitnya memang buatan Eropa dan Amerika. Perusahaan Eropa dan Amerika mengikuti birokrasi, sedangkan Jepang langsung memperkenalkan jenis-jenis mobil mereka. Sukses usahanya menyebabkan Hasjim dipercaya menjabat Ketua Umum Kadin periode 1979-1982.
Karier
- Presiden Direktur PT Djakarta Motor Company (1950-1953)  - Presiden Direktur (1953-1960 - Presiden Komisaris (1960-1984) - Komisaris PT IRMC, Jakarta, (1984) - Presiden Direktur PT Indonesian Service Company (1954-1972)  - Presiden Komisaris PT Bank Perniagaan Indonesia (1966)  - Presiden Direktur PT Pacto (1970)  - Presiden Direktur Nings and Associates (1974)









ABDUL LATIEF
Abdul Latief lahir pada tanggal 27 April 1940 di Kampung Baru, Banda Aceh. Anak keenam dari sembilan bersaudara ini, dibesarkan di tanah rencong itu. Dua puluh tahun sebelumnya, ayahnya meninggalkan Tanah Minang, dan menetap di Aceh sebagai pedagang. Ayah dan Ibunya dikenal sebagai aktivis Muhammadiyah di Aceh. Sayang, ayah Abdul Latief meninggal tatkala ia berumur empat tahun. Dalam suasana pergerakan mempertahankan kemerdekaan dan perjuangan rakyat Aceh itu, Abdul Latief dibesarkan oleh ibunya. Karena dibesarkan dalam zaman-zaman perjuangan dengan suasana politik yang panas, Abdul Latief bercita-cita jadi politikus di kemudiah hari. Namun, ibunya mengarahkan menjadi saudagar yang bersifat nasional seperti ayahnya. Ibu Abdul Latief adalah juga pejuang hidup, pada tahun 1950 ia membawa Abdul Latief bersaudara pindah ke Jakarta, berharap bisa berubah nasib di ibukota. Itulah sebabnya masa Remaja Abdul Latief diwarnai dengan kehidupan Remaja Betawi. Ia menyelesaikan pendidikan Sekolah lanjutan pertama dan atas di Jakarta. Ia kuliah di APP kemudian mengambil sarjananya pada tahun 1965 di Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Selama tahun 1945 dan 1966, situasi politik nasional sedang kacau. Demonstrasi-demonstrasi memenuhi jalan raya. Abdul Latief mengambil peran memasok makanan pada demonstran itu. Situasi belum pulih, tapi Abdul Latief diberi kepercayaan untuk mempelajari manajemen toserba dan supermarket di Seibu Group, Tokyo. Sebalik pulang Sekolah dari Jepang itu, ia lalu melangsungkan pernikahannya dengan Nursiah, gadis tetangga di Jakarta, pada tahun 1967.
Ada sebagian orang menyebut Abdul Latief, Dirut Alatief Corporation, masih aktif sebagai tokoh muda. Padahal, umur pendiri organisasi Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) itu sudah lebih setengah abad. Setidaknya, ada dua alasan kenapa ia masih dianggap aktivis Pemuda. Pertama, dalam berbagai kegiatannya, Abdul Latief selalu terlihat segar dan sangat bersemangat. Kepeloporan dan idealisme mengangkat pengusaha kecil, terutama yang berkaitan dengan bisnisnya, sering ia lakukan dengan gaya orang muda yang mampu melihat jauh ke depan.
Lewat Hipmi, Abdul Latief berhasil mengarahkan sejumlah besar Pemuda untuk menjadi pengusaha. Belakangan, Hipmi menjadi wadah yang amat digandrungi oleh ratusan pengusaha muda Indoesia. Banyak di antara para pengusaha muda itu adalah anak para pejabat dan mantan pejabat. Kesuksesannya mengantar Hipmi sebagai sebuah organisasi profesional, menyebabkan ia selalu terlibat dalam pembicaraan atau diskusi tentang pembinaan generasi muda. Baik dalam acara yang diselenggarakan Hipmi, maupun dalam acara yang diselenggarakan oleh organisasi Pemuda lainnya. Setelah lulus dari Akademi Pimpinan Perusahaan (APP), Jakarta, dengan Predikat cumlaude, pada tahun 1963, Abdul Latief mendapat tawaran kerja di Stanvac di Sungai Gerong. Perusahaan asing yang bergerak di bidang eksplorasi minyak itu, akan memberi penghasilan dan karir yang baik baginya. Akan tetapi, gurunya di APP, menganjurkannya bekerja di Pasar Sarinah. Prospek kerja di pasar swalayan milik pemerntah itu, jauh lebih baik di bandingkan di Stanbac. Sebab, Bung Karno sebagai Presiden RI saat itu, sangat memberi perhatian untuk mengembangkan toko serba ada yang pertama di Indonesia itu.
Akumulasi kekayaan yang berhasil dia kumpulkan selama sepuluh tahun berusaha secara mandiri, dia pakai untuk mendirikan Pasaraya di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Gedung Pasar Swalayan yang masuk kategori mentereng ini, dibangun Abdul Latief pada tahun 1981. Disinilah tonggak pertama yang ditancapkan Abdul Latief untuk mengukuhkan dirinya sebagai salah seorang pengusaha pedagang eceran yang patut diperhitungkan. Sebutan konglomerat – sesuatu istilah yang tak disukainya – sudah mulai melekat padanya. Ia selalu duduk semeja dengan para pengusaha kenamaan lainnya. Bahkan dengan pimpinan puncak pasar swalayan asal tempatnya kerja pun, ia sudah terlihat memiliki perbedaan. Lebih dari pada itu, Abdul Latief mendapat tempat yang terhormat di mata pemerintah. Sebab, ia mengangkat harga kehidupan dari sekian banyak pengusaha kecil. Oleh sementara orang ia disebut “Pahlawan pengusaha kerajinan rakyat Indonesia.” Perjalanan usahanya yang baik itu, rupanya tidak selamanya mulus. Pada akhir tahun 1984 Pasaraya Sarinah Jaya kepunyaannya di Blok M terbakar. Inilah percobaan pertama terberat yang dialaminya. Kerugian yang ia derita bukan hanya puluhan miliar, puluhan ribu pengunjungnya setiap hari, terpaksa berhenti sampai bangunan itu diperbaiki kembali. Ia tidak ingin putus kontrak dengan 2000 produsen kecil yang menyuplai keperluannya. Kesulitan ini, ia hadapi dengan tenang, 1200 karyawannya tidak akan diberhentikan, mereka disuruh Abdul Latief belajar manajemen, komputer, accounting, bahasa Inggris. Untuk program belajar ini, Abdul Latief mendatangkan pelatih dan pengajar ahli dari Singapur dan Hongkong. Yang menggembirakan Abdul Latief adalah kesediaan pihak asuransi menanggung sebagian kerugian itu. Bantuan dari rekan-rekannya, juga dari pihak pemerintah maupun swasta, sangat menjadi semangat baru bagi Abdul latief untuk memikirkan yang baik buat ekspansi bisnisnya.
Sukses di pasar swalayan, ia membuka pembibitan benur di Bulikumba, Sulsel. Usaha itu menghasilkan 100 juta benur pertahun. Abdul Latief juga membuka tambak udang seluas 120 hektar dengan hasil 4 ton per hektar. Dua sampai tiga kali panen dalam setahun. Ia mengelola beberapa perkebunan, membuka usaha penerbitan buku, dan usaha jasa periklanan, asuransi dan berbagai jenis bisnis yang lain. Sambil melakukan ekspansi bisnis, Abdul Latief juga tertarik pada bidang pendidikan dengan tiga alasan. Pertama, ia memang membutuhkan sejumlah besar tenaga terampil di berbagai bidang. Kedua, ia ingin ikut berusaha meningkatkan kecerdasan warga negara umumnya dan generasi muda khususnya. Ketiga, Abdul Latief adalah pernah menjadi guru, malah menjadi Direktur Akademi Pimpinan Perusahaan Departemen Perindustrian, tempat ia belajar. Salah satu Sekolah yang ingin ia dirikan adalah Sekolah Politeknik.
Itulah Abdul Latief yang mencatat kesuksesan-kesuksesan selama hidupnya. Mulai dari Predikat tamatan cum laude di APP, kemudian menjadi pimpinan promosi Pasar Sarinah, keliling berbagai negara, memberanikan buka usaha sendiri, maju, sukses, lalu gagal, sukses dan berkembang lagi, sampai menjadi pengusaha yang besar seperti sekarang ini. Bagi Abdul Latif, sebenarnya masih ada 25 tahun lagi waktu buatnya untuk berkiprah di dunia bisnis. Namun, ia sudah memasang ancang-ancang untuk memperbesar porsi kegiatan sosial budaya lewat yayasannya. Ia juga telah mempersiapkan generasi keduanya untuk melanjutkan dynasty Alatief Investment Corporationnya. Abdul Latief adalah lambang kesuksesan pedagang berdarah Minang di zaman orde baru.